Headline

Menperin Sebut Industri Pengolahan Nonmigas Jadi Motor Penggerak Ekonomi Nasional

Jakarta: Sektor Industri Pengolahan Nonmigas (IPNM) kembali menunjukkan kinerja gemilang. Pada triwulan III tahun 2025, sektor ini tumbuh sebesar 5,58 persen (yoy), melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat 5,04 persen (yoy).

Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita

“Pertumbuhan ini mencerminkan peran strategis sektor IPNM sebagai motor penggerak perekonomian nasional,”ujar Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan tertulis, Senin, 10 November 2025.

Agus menjelaskan, kinerja positif tersebut ditopang oleh sektor Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Nonlogam (ISKPBGN) yang mencatat pertumbuhan 7,34 persen (yoy) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada periode yang sama.

“Sektor ISKPBGN terus menunjukkan performa yang solid dan stabil. Hal ini memacu kami untuk terus mendorong peningkatan utilisasi industri refraktori nasional,” ucap Agus.

Menurutnya, pemerintah akan terus memperkuat sektor industri melalui penguatan struktur industri, pengembangan sumber daya manusia (SDM), serta perluasan akses pasar ekspor. Upaya tersebut ditujukan agar sektor ISKPBGN dapat menjadi pilar penting dalam mendorong pertumbuhan industri nasional yang inklusif dan berdaya saing global.

Sebagai tindak lanjut, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah mengambil langkah konkret, salah satunya melalui Business Matching Industri Refraktori Nasional yang digelar di Bandung beberapa waktu lalu.

“Forum ini menjadi ajang untuk memperkuat sinergi antara produsen refraktori dalam negeri dengan industri pengguna, seperti industri semen, keramik, dan kaca,” kata Direktur ISKPBGN, Putu Nadi Astuti.

Putu menjelaskan, meski realisasi investasi sektor ISKPBGN menunjukkan tren positif dengan total Rp10,45 triliun hingga Juni 2025, subsektor refraktori masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah rendahnya tingkat utilisasi industri refraktori nasional yang hanya mencapai 33,78 persen dari total kapasitas terpasang sepanjang 2020–2024.

Selain itu, pangsa pasar domestik untuk produk refraktori lokal juga masih terbatas, hanya 12,54 persen dari total kebutuhan nasional.

“Kesenjangan ini menunjukkan bahwa produk impor masih mendominasi pasar refraktori di Indonesia,” ungkap Putu.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor produk refraktori untuk semen tahan api dan bata tahan api sepanjang 2020–2024 mencapai 891.434 ton dengan nilai perdagangan USD 588,9 juta. Mayoritas impor berasal dari Tiongkok (88%), disusul Malaysia (2,21%), Korea Selatan (1,94%), Thailand (1,76%), dan India (1,35%). Untuk mengatasi dominasi impor dan meningkatkan kemandirian industri dalam negeri, Putu menegaskan perlunya langkah strategis yang berfokus pada kolaborasi berkelanjutan antara produsen dan industri pengguna.

“Melalui kegiatan Business Matching, kami berharap sinergi yang terbangun dapat meningkatkan utilisasi industri refraktori, memperkuat efisiensi industri semen, keramik, dan kaca, serta mewujudkan kemandirian industri refraktori nasional,”harapnya.

Ia menambahkan, tercapainya kemandirian industri refraktori akan memperkuat rantai pasok nasional dan mendukung arah kebijakan pembangunan industri yang berdaya saing dan berkelanjutan.
Posting Komentar