Hari ini
Cuaca 0oC
Headline News

IHSG Ditutup Melemah setelah BI Tahan Suku Bunga

Jakarta: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan Rabu (17/12/2025) dengan masuk di zona merah. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG turun 0,11 persen atau sembilan poin ke level 8.677.

Pengunjung Bursa Efek Indonesia

Sebanyak 379 saham mengalami kenaikan harga, 284 turun, dan 140 saham stagnan. Saham paling dalam penurunannya adalah saham sektor teknologi, barang sekunder, dan bahan baku, sehingga membuat IHSG tertekan.

"Dari dalam negeri, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga 4,75 persen selama tiga bulan beruntun. Tujuannya untuk menopang nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, meskipun sudah muncul sinyal perlambatan pertumbuhan ekonomi," kata Tim Analis Phillip Sekuritas Indonesia, Rabu.

Kemenkeu Komitmen Dukung Kanal ‘Pengaduan’ Debottlenecking

Sementara itu, bursa saham di kawasan Asia ditutup beragam karena pelaku pasar mencerna rilis data Neraca Perdagangan Jepang. Mereka juga menunggu keputusan suku bunga bank sentral Inggris (BOE), Jepang (BOJ), dan Eropa (ECB) yang diumumkan minggu ini.

Neraca Perdagangan Jepang kembali mencatatkan surplus untuk pertama kali sejak bulan Juni. Surplusnya bahkan lebih besar, melampaui ramalan pasar.

Surplus neraca perdagangan Jepang disebabkan kinerja ekspornya yang meningkat enam persen, level tertinggi sejak bulan Februari. Ini turut memperpanjang tren kenaikan ekspor menjadi tiga bulan beruntun.

"Kenaikan ekspor di Jepang di dorong oleh kuatnya permintaan dari luar negeri atas produk otomotif dan barang-barang modal," ujar Tim Phillip Sekuritas. Selain itu, kesepakatan dagang dengan AS yang menurunkan tarif impor atas barang-barang asal Jepang ikut mendongkrak ekspor.

AS menurunkan tarif impor atas barang dari Jepang menjadi 15 persen dari sebelumnya 25 persen. Sementara itu, impor Jepang hanya naik 1,3 persen secara tahunan, memperpanjang tren kenaikan tiga bulan beruntun. 

Kenaikan impor lebih rendah dari kenaikan 2,5 persen yang diprediksi oleh pasar, mengindikasikan lemahnya permintaan domestik. "Khususnya untuk barang-barang konsumsi, ditambah lagi dengan penurunan harga bahan energi yang menekan nilai impor BBM," kata Tim Phillip Sekuritas menutup analisisnya(*).